Kamis, 24 Januari 2013


RESENSI
SERTIFIKAT HIDUP*
                Judul                           : Puncak Makrifat Jawa
            Pengarang                   : Muhaji Fikriono
            Penerbit                       : Noura Books
            Tahun terbit                 : 2012
            Jumlah halaman           : xiii + 474.;
                                                  15 X 23 cm.
            Pengantar                    : Radhar Panca Dahana
                                                  ( Budayawan )


Tuhan menciptakan manusia dan jin hanya untuk beribadah kepadaNya. Namun, apakah manusia telah melaksanakan tugas mulia tersebut. Atau malah sebaliknya, yakni manusia terlelap dalam kehidupan dunia yang dianggapnya dapat mengantarkan kemuliaan dihadapanNya. Sehingga rumah megah, mobil mewah, pangkat dan drajat merupakan ukuran dalam memaknai keberhasilan dalam mengarungi perjalanan hidup.
Namun hal itu, tidak bagi Ki Ageng Suryomentaraman, beliau dengan kesadaran penuh mengajukan permohonan diri berhenti menjadi pangeran kepada Sultan Hamengku Buwono VII. Meski awalnya ditolak namun akhirnya dikabulkan juga ( hal. 10 ). Berawal dari itulah pengembaraan batin belaiu di mulai. Cerita – cerita klasik Jawa yang menggambarkan spirit hidup orang jawa menjadi bahan kajiannya. Seperti Dewa Ruci ( hal. 19 ), Syeh Siti Jenar / Wali kesepuluh ( hal. 61 ), dan  R. Ng. Ranggawarsito ( hal. 80 ).
Perjalanan hidup orang Jawa yang memadukan kearifan budaya lokal dengan  Islam ternyata banyak menginspirasi orang- orang asing untuk mengkajinya. Dan inilah salah satu alasan mengapa Muhaji Fikriono memberanikan diri menulis buku ini sekaligus sebagai pembanding buku terdahulunya Al Hikam untuk Semua. Meski berlatar belakang anak santri, persoalan yang diulasannya sangat jelas ditambah lagi dengan foot note ( cacatan kaki ) sebagai penunjang ulasan.
Dibandingkan dengan buku-buku lain yang sama – sama mengulas falsafah orang Jawa buku Puncak Makrifat Jawa ini ditutup dengan tujuh bait agung dari Ki Ageng Suryomentaraman yang berisi ajakan kepada manusia untuk biso rumongso bukan rumongso biso.( hal. 412 – 415 ). Selain itu, buku ini juga dapat pengantar kepada mereka yang selama menerka terka tentang Islam kejawen yang banyak dianut oleh sebagian masyarakat Jawa.
Sertifikat Hidup
           Hidup hakikatnya sebuah perjalanan. Barang siapa yang merasa dirinya hidup maka dia akan melakukan hal yang terbaik untuknya. (hal. 234 ). Namun masalahnya dapatkah manusia menghayati orang lain yang bertolak belakang dengan kehidupannya. Seperti orang kaya dapat menghayati kehidupan orang miskin atau sebalikinya ( hal.266). Ternyata itu tidak mudah. Bersengkokolan  pikiran dengan kehendak, hasrat atau keinginan pada diri manusia mengakibatkan kesulitan bagi manusia untuk menetapkan baik dan buruknya perbuatan manusia ( hal. 264 ).
            Kejadian – kejadian yang dialami manusia dapat menjadi pengalaman hidup. Baik itu berupa kebahagian atau penderitaan. Pengalaman yang menderitakan akan melekat kuat pada sanubari   dibanding pengalaman yang menyenangkan ( hal. 306 ). Untuk menjaga kesimbangan hidup agar kebahagian atau  penderitaan yang dialami manusia tidak sampai berlaku  anarkis pada dirinya sendiri perlu diterapkan asas nem sa ( 6 – se ). Yakni sakepenake ( senikmat-nikmatnya ), sabutuhe (sepenting-pentingnya saja ) , saperlune ( seperlu-perlu saja), sacukupe ( secukupnya saja ), samestine ( apa harusnya saja ) dan sabenere ( sebenar saja ) ( hal.332).
            Marilah kita kembalikan diri kita sebagai manusia yang merdeka ( Man born is free )
dari sifat- sifat yang menyebabkan kita jauh dari Sang Khaliq seperti rasa sombong, ujub, kikir. Dan ingat segala sesuatu dalam hidup ini tidak ada yang baru ( * Abdul Basyid, Kaliwungu Selatan ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar